My sweet two thousand and eighteen



Sudah beberapa minggu berlalu, tetapi aku masih belum percaya bahwa pada akhirnya ada seseorang laki-laki pemberani yang datang kerumahku, menemui ayahku untuk menghitbahku. Bahkan sampai saat ini, aku masih begitu senang memandangi jari manisku. Yang mana dahulu kosong tanpa pernah dihiasi pernak pernik ataupun emas, kini sudah melingkar dengan sempurna cincin khitbah dijari manisku. Rasanya seperti mimpi saja. Awal tahun yang begitu manis, ku harap akan seterusnya manis. Perasaan kosong, hampa, sendiri , yang begitu banyak menguras air mata, kini terbayarkan sudah. 

Laki-laki yang bahkan untuk membayangkannya saja aku tak pernah, beberapa minggu yang lalu dia telah datang kerumahku bersama keluarganya untuk mengkhitbahku. Nalarku yang biasanya pandai nan mahir dalam mengajar bahasa asing, tetapi tidak lagi untuk hal yang satu ini. Sama sekali tak terlintas dibenakku bahwa dialah yang akan menjadi rekan hidupku, sahabat baikku, dan insyaAllah menjadi penuntunku ke surgaNya serta panutan bagi buah hatiku nanti. Aku mengenalnya dalam kurun waktu yang teramat singkat dibandingkan dengan kisah percintaanku yang bertahun-tahun dahulu. Tidak membutuhkan waktu yang lama, kami memutuskan untuk memulai masuk kedalam kehidupan masing-masing, ya... pada akhirnya, aku resmi di khitbah olehnya.

Tidak ada musim yang tidak berganti. Begitupun kehidupanku saat ini. Air mata kesedihan yang berubah menjadi air mata kebahagiaan. Luka, patah hati, kecewa, semua berubah menjadi canda dan tawa. Tidak selamanya hujan akan terus hujan, karena dia akan berganti menjadi pelangi yang indah. Begitupun soal pasangan hidup, Allah akan kirimkan seseorang yang tepat pada waktu yang tepat dan saat kita siap. Berawal dari sosial media, siapa sangka aku bertemu dengan jodohku disana. Jodoh yang benar benar digariskan Allah untukku. Beribu kali aku berucap rasa syukur, karena penantianku selama ini terbayarkan sudah. 

Seseorang yang baru itu hadir, hadir membawa sejuta kebahagiaan tanpa pernah aku bayangkan sebelumnya. Kami yang awalnya orang asing, tidak pernah saling mengenal apalagi bertegur sapa, kini dia akan menjadi calon imamku yang siap menemaniku dalam keadaan suka maupun duka. Keinginanku untuk tidak pacaran dan memilih jalan bertaaruf, khitbah lantas menikah pada akhirnya terwujud sudah. Sekalipun aku baru melewati tahap kedua, yakni khitbah. Benarlah, dia datang pada waktu yang tepat, tidak pula begitu cepat, pun tidak pula begitu lambat. Allah tahu yang terbaik untukku, bukan yang terbaik menurut versiku sendiri. Allah adalah sebaik baik perencana.

Tanpa banyak bosa basi dia langsung bertanya padaku apakah aku sudah ada yang mengkhitbah ataukah sudah bertaaruf dengan orang lain. Setelah aku menjawab belum, dia akhirnya memintaku untuk bertaaruf dengannya. Perasaan deg degan, senang, bercampur jadi satu. Doaku hanya satu kala itu, semoga kali ini dia benar benar orang yang tepat untukku. Karena kalau boleh berkata jujur, aku sudah terlalu lelah untuk mengenal orang yang salah kembali. Setelah kami memutuskan untuk taaruf  barulah kami bertukar saling cv masing-masing. Karena kami merasa cocok dengan data pribadi pada cv masing masing, barulah kami memutuskan untuk nadzor. Saat itu aku ditemani oleh adik laki-lakiku. 

Nadzor dibutuhkan karena ini berguna bagi kedua belah pihak untuk melihat secara langsung calon istri maupun calon suaminya. Tetapi syaratnya tidaklah boleh berdua duaan seperti layaknya orang pacaran sekarang. Selesai nadzor untuk pertama kali, aku mencoba untuk istikharah guna memantapkan hatiku dan meminta petunjuk kepada Allah. Dan benarlah, hatiku kian mantap terlebih lagi semua proses berjalan lancar tanpa adanya hambatan yang berarti. Dibutuhkan hanya nadzor kurang lebih 3 kali, terhitung memperkenalkan kepada orangtua masing-masing dan alhamdulillah kedua belah pihak memberikan restunya kepada kami.

Januari 2018, adalah tahun milikku. Tahun yang membahagiakan setelah sebelumnya beruraian air mata. Aku bersyukur karena buah kesabarku selama ini terbayarkan sudah. Pada akhirnya, aku bertemu dengannya melalui jalan yang diridhai Allah. Tahun lalu yang penuh dilanda kegalauan, kini aku telah sibuk mengurus segala macam pernak pernik untuk pernikahanku, tentu saja dengan calon suamiku. Memang jika di nalar, nalarku tidak akan pernah sampai. Ternyata jodoh itu bukan hanya karena mempunyai banyak kesamaan terlebih mempunyai wajah yang sama ya, pikirku. Jodoh adalah cerminan diri. Sebagaimana kalau diri ini baik, akan disandingkan dengan yang baik pula. Pun demikian sebaliknya. Jika Allah mampu memisahkan kita dengan orang yang tidak kita sangka akan berpisah dengannya, maka jangan ragukan kemampuanNya untuk menyatukan kita dengan seseorang yang tidak kita sangka bisa kita miliki. Akhirnya dengan atas izin Allah, aku bertemu dengan pria yang ditakdirkan untukku, ya ...... hanya untukku.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sedikit Barang, Sedikit Stres: Seni Hidup Minimalis di Rumah

Hanasui Collagen Water Sunscreen SPF 50 Pa++++

Hanasui Glow Expert Series